Sabtu, November 03, 2007

Dinilai Lamban, Pemerintah Akhirnya Percepat Proses Hukum Pelaku Ilegal Logging

[Elshinta Online] - Pemerintah akan mempercepat proses hukum terhadap pelaku ilegal logging di Propinsi Riau sesuai dengan mekanisme dan perundangan yang berlaku.

Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Widodo AS. Langkah ini merupakan satu dari empat langkah yang diputuskan dari hasil rapat tertutup bidang Polhukam yang berlangsung di Kantor Menko Polhukam, Jumat (2/11).

Ia menegaskan, upaya mempercepat proses hukum tersebut tentunya akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan perundangan yang berlaku, yakni dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Menurut Widodo, seiring pelaksanaan percepatan proses hukum tersebut, langkah lainnya adalah melakukan riview dan penataan kebijakan pengelolaan kehutanan yang meliputi penataan perizinan, penataan tata ruang kehutanan dan rancangan tata ruang wilayah propinsi.

Selain itu, pemerintah juga akan segera melelang kayu-kayu hasil sitaan sebagai pemasukan negara. Dimana proses lelang cepat kayu ini tentunya didasarkan peraturan yang ada, yakni harus mendapatkan izin dari pihak pengadilan.

Saat ini tercata ada 14 perusahaan di Riau yang diindikasikan melakukan penyalahgunaan hak pengelolaan hutan yang hingga kini masih diselidiki oleh aparat kepolisian, diantaranya perusahaan berinisial MKS, CSS, MLP, APS, NPM, dan SPA. (Sabtu : 3/11/2007)

Rabu, Oktober 24, 2007

SBY Sebut Lampu Kuning : Antisipasi Gejolak Minyak, Pemerintah Yakin Aman

[Indo Pos] - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yakin perekonomian Indonesia aman meski terjadi gejolak perekonomian global akibat krisis kredit perumahan di Amerika Serikat dan naiknya harga minyak internasional. "Pemerintah telah melakukan antisipasi. Kami terus mengelola semuanya dengan opsi-opsi dan kebijakan yang kita kembangkan. Nanti gejolak (perekonomian global) itu tidak akan sangat mengganggu perekonomian kita," tegas Presiden SBY ketika membuka Pameran Produk Ekspor 2007 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Utara, kemarin.

Hadir pada kesempatan itu Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Men Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, dan Menhub Jusman Syafii Djamal. Menteri lain juga hadir, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Menteri Pariwisata Jero Wacik, dan Ketua DPR Agung Laksono.

Presiden mengakui, sentimen-sentimen negatif perekonomian global tersebut akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Selanjutnya, kondisi itu berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Pengamat menyebutkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang 5,2 persen tahun ini bisa jadi hanya tercapai 4,8 persen. Ada semacam perlambatan ekonomi global karena gejolak keuangan global dan meningkatkan harga minyak dunia yang tembus USD 90 per barel," paparnya.

"Meskipun ICP (Indonesian Crude Price -harga minyak mentah Indonesia, Red) kita masih lebih rendah, sentimen negatif ini memberikan lampu kuning kepada seluruh dunia, not only Indonesia," tegas SBY. Presiden menambahkan, dampak langsung terhadap ekonomi Indonesia adalah ancaman peningkatan laju inflasi, perubahan pada neraca pembayaran, serta stabilitas APBN yang masih menerapkan sistem subsidi.

Dampak tak langsung bagi perekonomian Indonesia, terang SBY, adalah meningkatnya persaingan menarik investasi maupun merebut pasar ekspor yang menyempit akibat pembatasan konsumsi. Meski demikian, SBY menjanjikan pemerintah akan melakukan langkah antisipasi agar gejolak itu tidak terlalu mengganggu perekonomian domestik.

"Masyarakat harap tetap tenang. Dunia usaha teruslah menjalankan usaha. Dengan keadaan seperti ini, saya mengajak pemerintah pusat bekerja keras. Pemda dan dunia usaha bergandengan tangan untuk menghadapi masalah yang muncul ini secara bersama-sama," tuturnya. Salah satu upaya yang dilakukan masyarakat adalah menghemat energi dengan diversifikasi energi dan budaya hemat energi. Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla meminta Pertamina mempercepat konversi minyak tanah ke gas dari 2012 menjadi 2010. Program tersebut diyakini mampu menghemat subsidi BBM Rp 30 triliun per tahun.

Secara terpisah, Menko Perekonomian Boediono memastikan tidak ada revisi APBN-P 2007 terkait kenaikan harga minyak dunia yang melampaui USD 90 per barel. "APBN kita waspadai. Tapi, APBN kita adalah APBN yang solid. Jadi, kalau ada penyesuaian, ya nanti pada waktunya. Sementara ini kita pegang apa yang ada," katanya.

Untuk mengatasi gejolak harga minyak dunia, Boediono menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah kebijakan ekonomi. "Kita wajar-wajar saja karena apa yang dilakukan APBN, kebijakan moneter, perbaikan iklim investasi, sudah on the right track. Kita hanya akan perbaiki pelaksanaannya," jelasnya. Boediono justru yakin lonjakan harga minyak bumi, lanjut dia, akan positif terhadap kinerja ekspor, karena harga produk ekspor terdorong naik.

"Harga komoditas akan bagus walaupun ada pengaruhnya ke ekonomi global seperti PDB-nya. Tapi, kita sebagai eksporter barang-barang itu mungkin masih bisa mendapatkan manfaat yang cukup baik," jelasnya. Boediono berharap produksi minyak dalam negeri bertambah setelah operasionalisasi Blok Cepu tahun depan. "Insya Allah kalau ada aliran Cepu sudah masuk menjelang akhir tahun itu sudah baik. Produksinya bisa di atas 150 ribu barel per hari pada puncaknya," tambahnya.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menegaskan, kenaikan harga minyak dunia tidak akan berujung pada kenaikan harga bahan bakar minyak. Pasalnya, pemerintah telah berkomitmen untuk menjaga stabilitas harga bahan bakar minyak hingga 2009. (Rabu : 24/10/2007)

Senin, Oktober 22, 2007

Pemerintah Terkesan Meremehkan Kenaikan Harga Minyak

[Indonesia Care Group] - Pernyataan-pernyataan pemerintah, baik Wapres Jusuf Kalla maupun Menko Perekonomian Boediono terkesan meremehkan dampak kenaikan harga minyak.Seharusnya pemerintah tidak boleh meremehkan dampak kenaikan harga minyak dunia, namun sebaliknya harus mempersiapkan langkah-langkah antisipasi yang matang.

Dampak fiskal kenaikan harga minyak pada jangka pendek, mungkin saja bisa dikendalikan, apalagi penerimaan fiskal memang meningkat. Namun jangan lupa, subsidi minyak juga bertambah. Artinya, kalkulasinya tetap fifty-fifty, bisa positif bisa pula negatif, semuanya tergantung dari kemampuan meningkatkan produksi dalam negeri.

Jika produksi minyak mentah bisa dipacu tentu akan menolong penerimaan APBN. Sayangnya kenaikan produksi tampaknya sulit dipacu bahkan kurang dari 1 juta barrel per hari. Sementara subsidi tetap harus digelontorkan. Jika harga minyak bisa menembus angka 100 dolar AS per barel dan berlangsung lama di tahun 2008, bisa ditebak bahwa kita bakal kelabakan.

Bukan itu saja, kenaikan harga minyak juga akan meningkatkan harga-harga di pasar global, akibatnya tentu inflasi. Inflasi pasti akan di respon oleh bank-bank di negara maju untuk meningkatkan suku bunga. Contoh paling terang-benderang adalah pasar modal yang dampak jangka pendeknya terlihat paling sensitive akibat situasi seperti ini.

Oleh sebab itu, mestinya pemerintah tidak meremehkan situasi global seperti ini. Akan lebih bijaksana jika menteri-menteri ekonomi terkait segera mengambil langkah-langkah antisipasi kalau-kalu terjadi dampak buruk atas kenaikan harga minyak. Syukur-syukur bisa mendeteksi lebih dini untuk mencegah hadirnya dampak buruk situasi global ini. (*)

Jumat, Oktober 12, 2007

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H

Ramadhan yang indah datang dan pergi melahirkan beribu jiwa dan kesempatan baru. Beribu kesadaran turut tercipta dan mengada di segenap daya cipta kami menjadi satu pemahaman sejati. Pengabdian kami jauh dari kesempurnaan namun kami terus berkarya memberikan yang terbaik untuk Anda yang selama ini tumbuh bersama kami. (Sumber : Teks Iklan Lebaran PT Telkom Tbk).

Segenap Pimpinan dan Karyawan IndCare (Indonesia Care Group) Menyampaikan : Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1428 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Tidak Rela Atas Perlakuan Hansip Malaysia

[Komunitas untuk Indonesia Satu] - Inilah akibatnya jika rakyat memiliki pemerintahan yang tidak kuat. Meskipun rakyat sudah mengecam habis-habisan tindakan semena-mena yang dilakukan oleh “Rela” atau hansip Malaysia, namun sikap pemerintah Indonesia terkesan sangat lemah. Malah. Pemerintah turut berkomentar seperti rakyat, padahal sebagai pemimpin di negeri ini mereka lebih tepat melakukan tindakan atau aksi atas kejadian ini. Jangan no action, talk only (NATO)!

Ini tentu sangat menyayat hati kita yang sama sekali tidak rela atas perlakuan brutal hansip Malaysia tersebut. Keprihatinan kita semakin bertambah, ketika mendengar, Pemimpin bangsa ini lebih sibuk mengomentari kesiapanannya menghadapi pemilihan presiden 2009 nanti daripada mengurusi rakyatnya. Mau apa jadinya, bangsa Indonesia yang katanya gemah ripah lohjinawi ini. Mengapa kita tidak memiliki pemimpin yang bisa menegakkan harga diri bangsa dan negaranya ?

Sekedar mengingatkan, ada beberapa kebiadaban dan kesemena-menaaan hansip Malaysia dan polisi Malaysia terhadap kita. Pertama, kasus penangkapan terhadap istri atase pendidikan pada Kedubes Indonesia yang sedang belanja di mal. Sang isteri tidak melakukan kesalahan apa-apa, ia memiliki dokumen yang lengkap sebagai istri diplomat, namun tetap ditahan – meski kemudian dibebaskan. Kedua, kasus penggeledahan kasar yang dilakukan terhadap mahasiswa di Kuala Lumpur. Mereka mendobrak pintu dan meninggalkannya dalam kondisi rusak, tanpa kata maaf.

Ketiga, kasus pengeroyokan terhadap wasit karateka asal Indonesia, Donald Peter Luther Kolopito. Tanpa alasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan mereka menghajar Luther secara brutal sampai babak belur. Keempat, kasus TKI, tentu kasus ini tidak bisa dihitung dengan jari. Hampir setiap hari ada saja TKIyang disiksa dan diperlakukan secara diskriminatif karena dianggap sumber keonaran.

Sangat tidak pantas pemerintah mengerdilkan diri sendiri dengan merelakan rakyatnya dihina bahkan dianiaya secara semena-mena. Dalam pandangan kami, kita harus menunjukkan keberanian bahwa Indonesia tidak mau dilecehkan. Caranya tidak cukup dengan himbauan apalagi cuma tuntutan kata maaf, melainkan melalui tindakan yang jelas dan nyata. Inilah momentum penting bagi Presiden Soesilo Yudhoyono (SBY) untuk menyatakan dirinya sebagai orang yang tegas dan berwibawa – bukan sebagai orang peragu, seperti yang dikritik banyak orang. Kita tunggu, tindakan pemerintah sekarang juga. (*)

Indonesia-Malaysia : Pemerintah Tidak Boleh "Beri Hati" Lagi

[Suara Pembaruan] - Para pimpinan fraksi DPR RI meminta pemerintah lebih bersikap tegas dan tidak "memberi hati" agar Malaysia menyadari kesalahannya. Tindakan semena-mena Malaysia terhadap Indonesia sudah mengarah pada sebuah kultur buruk yang harus segera dihentikan.

Demikian desakan sejumlah ketua fraksi DPR di Jakarta, Kamis (11/10) terkait dengan tegangnya hubungan Indonesia dan Malaysia belakangan ini. Mulai dari kasus tenaga kerja Indonesia yang dianiaya hingga kasus penangkapan istri atase pendidikan dan kebudayaan Indonesia, Sabtu (6/10) lalu.

Adapun ketua-ketua fraksi tersebut adalah Ketua Fraksi Partai Keangkitan Bangsa (PKB) Efendi Choirie, Ketua Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo dan Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso. Selain itu, ada juga Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan.

Menurut Effendi, semua sikap Indonesia selama ini belum menunjukkan implikasi nyata terhadap Malaysia. Untuk itu, mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar bersikap tegas sebagai gambaran dari negara yang berdaulat.

Terkait dengan itu, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah yakni, pertama, memberikan travel warning bagi warga Indonesia untuk melakukan perjalanan ke Malaysia, kedua menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia dan memulangkan TKI yang berada di Malaysia. Ketiga, menarik pulang Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, dan memulangkan Duta Besar Malaysia untuk Indonesia ke Malaysia.

Tjahjo menilai Malaysia terlalu menonjolkan sikap arogansi dan menempatkan warga Indonesia sebagai warga kelas dua. Lebih dari itu, Malaysia memiliki agenda strategis menyingkirkan Indonesia dengan berdalih sebagai serumpun atau melalui ASEAN.

Hal senada juga disampaikan Priyo agar Indonesia tidak perlu lagi melayangkan nota protesnya terhadap pemerintah Malaysia atau mendesak adanya pernyataan maaf. Malaysia sudah melakukan pelanggaran HAM terhadap Indonesia sehingga perlu dilaporkan ke Komisi HAM PBB. Apa yang dilakukan Malaysia sebenarnya sudah mengarah pada sebuah kultur buruk baru yang harus dihentikan.

Secara terpisah, desakan kepada Malaysia juga disampaikan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Mereka menyayangkan sikap semena-mena Malaysia tersebut yang dikhawatirkan terus diwarisi kepada generasi muda negara tersebut. Padahal, generasi baru kedua negara sudah tidak saatnya lagi untuk mempersoalkan hal-hal yang mereduksi hubungan kedua negara.
"Inilah pentingnya membangun semangat baru dari generasi muda agar tidak mengulangi konflik kepentingan kedua negara dan mencari tantangan bersama," kata Sekjen PP PMKRI Marvin Komber. (*)

Kamis, Oktober 11, 2007

Direksi BUMN yang Tidak Kompak Akan Diganti

[Bisnis Indonesia] - Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil mengatakan jajaran direksi pada perusahaan BUMN haruslah kompak satu sama lain dan bila ternyata ada yang tidak kompak maka secepatnya akan diganti.

"Saya ingin jajaran direksi itu kompak, karena dari pengalaman sebelumnya, BUMN yang sukses adalah BUMN yang jajaran direksinya kompak," kata Sofyan Djalil dalam acara pelantikan manajemen 19 BUMN di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, pihaknya akan secepatnya mengganti direksi yang dalam pelaksanaan tidak kompak. Oleh karena itu, ia berharap melalui formasi jajaran direksi dan dewan komisaris/pengawas yang baru di sejumlah BUMN diharapkan mampu bekerja sama secara kompak dan sinergis.

"Jadi perbedaan yang ada di kalangan jajaran direksi hendaknya dijadikan sebagai rahmat," katanya.

Menteri berharap manajemen segera melaporkan bila terjadi ketidakkompakan dalam intern perseroan agar secepatnya dapat diperbaiki. Sesuai aturan, jabatan direksi dan komisaris BUMN berlaku untuk periode lima tahun tetapi tidak menutup kemungkinan Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham akan memberhentikan atas dasar pertimbangan tertentu.

Dalam perombakan direksi sejumlah BUMN termasuk direksi dan dewan pengawas Perum ANTARA, pihaknya berupaya memilih kandidat yang terbaik. Menurut dia, selama ini manajemen BUMN lemah dalam pengasaan CFO (Chief Financial Officer) sehingga untuk jabatan yang bersangkutan dengan itu sebagian ditunjuk dari pihak eksternal perseroan.

"Pilihan ini sudah melalui pertimbangan profesional seoptimal mungkin, jadi yang dipilih adalah yang terbaik," katanya.

Pada prinsipnya, Sofyan berharap semua jajaran direksi dan komisaris BUMN mampu menciptakan nilai tambah yang makin membuat bangsa ini maju. Selain itu, ia berpesan agar jajaran direksi dan komisaris senantiasa selalu berpikir kreatif dan menyelesaikan masalah dengan tidak hanya satu alternatif.

Ia mencontohkan selama ini Perumnas merupakan salah satu BUMN yang sebenarnya potensial tetapi tidak terkelola dengan baik karena krisis pada masa lalu, begitu pula yang terjadi pada PT Djakarta Llyod. "Menjadi perusahaan BUMN ada plus minusnya jadi yang terbaik adalah bagaimana kita mengelola BUMN menjadi lebih maju tanpa melanggar aturan," katanya.

Program perombakan direksi dan komisaris BUMN merupakan salah satu program yang ingin segera dituntaskan oleh Kementerian Negara BUMN sebagai salah satu upaya untuk merestrukturisasi perusahaan BUMN. Apalagi, katanya, saat ini, kinerja BUMN semakin membaik yang terefleksi dalam APBN 2008.

Menteri mengatakan, keuntungan BUMN pada 2007 mencapai sekitar Rp27 triliun dan diperkirakan meningkat drastis pada 2008 mencapai sebesar Rp88 triliun. "Kita harapkan terus ada perbaikan yang signifikan pada kinerja BUMN," demikian Sofyan Djalil. (*)

Rabu, Oktober 10, 2007

Mayoritas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Amburadul

[Tempo Interaktif] - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan mayoritas pemerintah daerah belum siap menerapkan Paket Undang-Undang Keuangan Negara. Menurut Ketua BPK Anwar Nasution, kondisi itu bisa terlihat dari hasil laporan audit BPK yang menunjukkan hanya tiga pemerintah daerah provinsi kota/kabupaten dari 362 pemerintah daerah, yang laporan keuangannya baik. Ketiga daerah tersebut, yakni Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas, dan Kota Surabaya. Laporan keuangan tiga daerah tersebut mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) alias lulus seratus persen.

BPK, kata dia, tak memberikan opini (disclaimer) terhadap 58 laporan keuangan pemerintah daerah, 282 laporan keuangan pemerintah daerah diberi pendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 19 daerah mendapatkan opini terburuk "Tidak Wajar". “Seratus lima laporan keuangan pemerintah daerah belum diperiksa karena belum diserahkan (oleh gubernur, walikota atau bupatinya),” kata Ketua BPK Anwar Nasution saat melaporkan hasil audit semester pertama 2007 di sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (10/10).

Menurut Anwar, minimnya laporan pemerintah daerah yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian menunjukkan mayoritas pemerintah daerah belum memenuhi kriteria pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel. (*)

Pergumulan Wacana Capres Jangan Timbulkan Perpecahan

[Republika] - Ketua DPR RI Agung Laksono mengingatkan semua pihak bahwa pergumulan wacana mengenai calon presiden hendaknya jangan sampai menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat karena pelaksanaan pemilihan presiden masih panjang.
"Kami anggap wacana ini terlalu dini untuk dibahas karena pemilihan presiden masih lama," kata Agung dalam pertemuan dengan Muspida Kota Medan, Rabu (10/10) malam.

Agung mengemukakan sebaiknya semua pihak memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan dan menuntaskan tugas-tugas yang harus diemban.
"Wacana mengenai capres ini tidak menimbulkan perpecahan mengingat pelaksanaan pilpres sendiri masih jauh dan sebaiknya kita memberi kesempatan pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah," katanya.

Ketua DPR RI itu melanjutkan terkait dengan pembahasan RUU bidang politik diharapkan lima rancangan undang-undang dapat diselesaikan DPR secepatnya, namun pihaknya memperkirakan perlu revisi hingga seluruh peraturan pelaksananya tuntas hingga pertengahan tahun 2008.

Terkait munculnya keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai calon perseorangan, dikatakannya, belum bisa diberlakukan pada pilkada yang pelaksanaannya hingga Maret 2008 karena peraturan pelaksananya belum memungkinkan untuk diterbitkan. "Undang-undangnya mungkin sudah disahkan pada Maret 2008, tetapi pelaksanaannya seperti peraturan pemerintah dan peraturan menteri kemungkinan baru ada pertengahan tahun 2008," kata Agung.

Mengenai calon perseorangan dalam pemilihan presiden, dia menegaskan, hal itu tidak dimungkinkan karena bertentangan dengan konstitusi yang mengatur bahwa calon presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. (*)

Selasa, Oktober 09, 2007

Belajar dari Insiden Pengusiran Konglomerat oleh DPR

[Indonesia Care Group] - Suhu ruang rapat Komisi VII DPR yang membidangi masalah lingkungan hidup berlangsung panas. Pertemuannya dengan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) --perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto -- diwarnai kecaman di sana-sini. Soalnya, jawaban tertulis yang seharusnya diterima oleh anggota Komisi VII pada Kamis (4/10) ternyata baru dibagikan Senin (8) pada saat Rapat Dengar Pendapat

Wakil rakyat semakin kecewa lantaran perusahaan di lingkungan Raja Garuda Mas (RGM) Group itu ternyata tidak melampirkan semua data yang diminta oleh Komisi Lingkungan. Terutama, data citra satelit atau foto udara tentang jumlah kapasitas Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kondisi lapangan. Ditambah lagi, pemaparan tidak dilakukan langsung oleh pimpinan puncak RAPP.

Akibatnya, Direktur Utama RAPP Rudi Fajar menjadi sasaran kejengkelan anggota DPR. “Lebih baik Anda keluar saja. Menteri saja kalau tidak siap diusir,” kata politikus Partai Bintang Reformasi, Ade Daun Nasution, seperti dikutip media massa. Untunglah, pemimpin rapat, Sony Keraf dengan bijaksana meminta rapat ditunda sehingga direksi bisa memperlajari jawaban yang harus dipersiapkan atas pertanyaan dewan. Rapat dengan RAPP ini terbilang unik, karena sering ditunda-tunda.

Dalam konteks ini, tentu saja ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik oleh perusahaan-perusahaan konglomerat lainnya Pertama, sebaiknya konglomerat tidak melecehkan kelembagaan DPR-RI dengan jalan memberikan jawaban-jawaban yang relevan sesuai dengan kebutuhan anggota dewan. Hal ini penting dikedepankan, apalagi Komisi Lingkungan sangat berkepentingan terhadap kelestarian hutan bagi masa depan bangsa.

Kedua, perusahaan-perusahaan konglomerat sebaiknya ikut mendukung penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), sehingga dalam menyampaikan pemaparan kepada anggota DPR atau kepada siapa pun tidak terkesan menyembunyikan informasi. Mudah-mudahan bila dua hal ini dijadikan pelajaran yang baik, perusahaan di lingkungan konglomerat lainnya tidak akan mengalami nasib tragis seperti RAPP ini. Semoga.

(Sumber : Indopos (10/10/2007), Okezone Dotcom (10/10/2007), Sinar Harapan (10/10/2007), Kontan (16/10/2007).

Rabu, Oktober 03, 2007

Korporasi Besar Jangan Melecehkan DPR-RI

[Indonesia Care Group] - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Selain merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang, DPR juga memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dengan demikian, sudah sepantasnya DPR diberikan tempat dan penghormatan yang sebaik-baiknya dari masyarakat.

Kami sungguh prihatin mendengar informasi, bahwa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ternyata ada personal manajemen di korporasi besar itu mengenakan baju kaos sehingga dinilai tidak menghormati DPR, bahkan terkesan sangat melecehkan lembaga terhormat DPR-RI. Untunglah, para pimpinan dan anggota DPR-RI Komisi VII sangat responsif, sehingga sejak awal rapat, manajer RAPP tersebut diperintahkan keluar untuk membeli baju yang lebih pantas dan sopan untuk mengikuti forum resmi ini.

Peristiwa yang mengenyampingkan wibawa martabat lembaga DPR-RI seperti ini, tentu saja sangat memprihatikan sekaligus menusuk-nusuk hati rakyat Indonesia. Dalam pandangan kami, sebaiknya para pengusaha atau konglomerat dapat menginstruksikan jajaran manajemennya untuk memiliki sikap yang hormat terhadap lembaga-lembaga tinggi negara. Meskipun kita korporasi besar, janganlah kita melumpuhkan kewibawan DPR-RI.

Semoga peristiwa yang menimpa anak perusahaan Raja Garuda Mas Group (RGM) itu menjadi pelajaran yang berharga bagi korporasi besar lainnya, untuk tidak mengulangi kesalahan fatal yang sama. Terima kasih.

(Sumber : Indo Pos (4/10/2007), Kontan (4/10/2007), Pelita (4/10/2007), Majalah Trust (8-21/10/2007).

Jumat, September 28, 2007

Ketua Panja Illegal Logging DPR Kembalikan Bingkisan dari Raja Garuda Mas (RGM)

[Detik Dotcom] - Meski KPK telah melarang pejabat negara menerima bingkisan Lebaran, ternyata masih ada perusahaan yang nekat memberikan parcel. Salah satunya PT RGM Indonesia. Parcel itu diterima Aulia Rahman, Ketua Panja Illegal Logging yang juga anggota FPG DPR. Namun, karena takut dengan pasal gatifikasi, Aulia berencana mengembalikan bingkisan berukuran 25 X 25 cm itu.

“Saya ini pejabat negara, karena ada UU Gratifikasi dan seruan lasangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saya akan mengembalikan ini,” kata Aulia dalam jumpa pers di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Jumat (28/9).

Aulia juga mengaku tidak kenal mengenal pimpinan RGM. “Saya tidak kenal dengan para pejabatnya, dan pekerjaan saya tidak ada hubungannya dengan perusahaan itu. Memang saya menjadi Ketua Panja Illegal Logging, dan saya pernah mengeluarkan pernyataan kerusakan hutan tanggung jawab siapa,” beber Aulia.

Bingkisan yang dibungkus dengan kertas coklat itu diberikan menjelang buka puasa Kamis, 27 September. Bingkisan itu dikirimkan langsung ke rumahnya di kawasan Cikini. “Saya tidak berhak membuka di sini, biar nanti saya serahkan ke KPK biar dibuka, kalau mau.” Kata Aulia.

Kepada wartawan, Aulia memperlihatkan amplop bertuliskan “Kepada Yth, Bapak Aulia Rahman SH di tempat”. Di sudut lain tertulis “Dari PT RGM Indonesia di Jalam MH Thamrin, No 31, Jakarta 10230”. “Namanya saja sudah salah, padahal saya sudah doctor,” cetus Aulia. (*)

Selasa, September 25, 2007

Pantaskah Kita Tidak Menghargai Mantan Presiden ?

[Indonesia Care Group] - Berita mengenai kegagalan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengunjungi korban gempa di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) untuk memberikan bantuan kepada korban gempa sungguh sangat memprihatinkan dan melukai hati rakyat. Akibatnya, hingga saat ini timbul tanda tanya besar : Mengapa pemerintah tidak menghargai mantan presidennya ? yang entah kapan akan dijawab pemerintah.

Seperti diberitakan luas, termasuk media kita ini, Danrem 032 Wirabraja Kolonel TNI Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Letkol Pnb Sugiharto di Bandara Minangkabau Padang menyampaikan bahwa Mabes TNI melarang penggunaan helikopter yang akan digunakan oleh Megawati. Menurut Wasekjen PDIP Agnita Singadikane, sebenarnya awalnya dikatakan bisa terbang, tetapi kemudian ada pemberitahuan dari Cilangkap (Mabes TNI) tidak boleh digunakan.

Tentu saja pelarangan sangat mengherankan. Mengapa upaya warga negara yang kebetulan mantan Presiden ingin membantu korban bencana kok mesti dihalang-halangi seperti ini. Kasus ini dipastikan berpotensi menurunkan citra baik TNI yang selama ini dipelihara dengan baik. Oleh sebab itu, jika penyebab utamanya adalah oknum petinggi militer, sepantasnya dia diberikan sanksi militer – tentu saja setelah dilakukan penyelidikan yang mendalam.

Dalam konteks ini, kita sepenuhnya mendukung mantan Kasum TNI Letjen (Purn) Suaidy Marasabessy yang menyatakan agar Mabes TNI menjelaskan alasan yang rasional mengenai pelarangan pesawat helikopter terhadap Megawati. Suaidy menyetakan hal demikian tentu bukan tanpa argumentasi. Menurutnya, kasus ini berpotensi menimbulkan konflik politik yang berkepanjangan, sangat menghambat inisiatif rujuk nasional, serta menyuburkan dendam antar elit politik.

Pertanyaan kita selanjutnya, mengapa pemerintah membiarkan persoalan ini terjadi ? Bukankah pencitraan dan public relations yang selalu dibangun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa pupus gara-gara kasus ini ? Oleh karena itu, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, ada dua hikmah yang harus dijadikan pelajaran oleh pemerintah dan warga.

Pertama, sebaiknya pemerintah tidak arogan dengan menutup mata dan telinga atas partisipasi warga terhadap korban bencana – apalagi pemerintah menolak bantuan asing. Sepanjang untuk kepentingan sosial hendaknya pemerintah mendukung upaya warga apalagi niatnya sangat mulia, yaitu membantu korban gempa. Kedua, marilah kita meningkatkan kesetikawanan sosial dengan saling tolong menolong dan bergotong royong antar sesama. Sudah saatnya kita tidak tergantung kepada pemerintah – anggap saja pemerintahan kita sekarang ini sedang tidak berfungsi normal.

(Sumber : Kontan (26/9/2007), Media Indonesia (27/9/2007), Suara Pembaruan (28/9/2007), Bisnis Indonesia (29/9/2007), Koran Tempo (3/10/2007), Majalah Trust (1-7/10/2007), Majalah Tempo (7/10/2007).

Jumat, September 21, 2007

Mendukung BPK Soal Audit Pungutan Biaya Perkara MA

[Indonesian Care Group] - Langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan Mahkamah Agung (MA) kepada Kepolisian RI (Polri) perlu mendapat dukungan publik secara luas. Mengapa ? sebagaimana manusia pada umumnya, para pejabat MA juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Apalagi BPK merasa dihalang-halangi ketika akan melakukan audit soal pungutan biaya perkara– yang seharusnya merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Mengutip keterangan Kepala Direktorat Utama Revbang BPK RI Daeng M Natzier -- seperti diberitakan media ini -- BPK menilai Sekretaris MA Rum Nessa melakukan perbuatan mencegah, menghalangi, dan menggagalkan pemeriksaan biaya perkara. Penghalangan audit dilakukan dengan adanya surat Sekretaris MA No 314/SEK/01/VIII/2007 tanggal 30 Agustus, tentang keberatannya untuk diperiksa dan diaudit BPK.

Keberatan MA tersebut mengherankan, karena BPK hanya menjalankan amanat UUD 1945 dan UU Keuangan Negara untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sependapatan dengan BPK yang menilai pungutan di MA termasuk PNBP.

Kami dan Indonesian Good Governance Care (IGCC) sangat menyesalkan sikap MA yang tidak kooperatif untuk diaudit oleh BPK. Padahal jika tidak ada persoalan, seharusnya MA dengan sikap ksatria tidak mempermasalahkan soal audit ini. Bahkan tanpa diminta pun seharusnya menyesuaikan diri dengan ketentuan UU Keuangan Negara – sebagaimana yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga lainnya. Penolakan yang dilakukan oleh MA semakin menjatuhkan image MA karena tidak transparan dan tidak akuntable. Bukan itu saja, kita juga curiga ada apa-apa dalam pengelolaan pungutan biaya perkara.

Sudah sepantasnya kita semua menyemangati BPK untuk tidak kendor melawan arogansi institusi. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sepantasnya tidak menutup-nutupi masalah ini, justeru seharusnya mendorong BPK untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum. BPK sudah mengawalinya dengan langkah cantik, yaitu melaporkan MA kepada Polri. Bola kini ada di tangan Kapolri dan tentu saja Presiden SBY.

(Sumber : Rakyat Merdeka Dotcom (21/9/2007), Okezone Dotcom (21/9/2007), Sinar Harapan (22/9/2007), Kontan (22/9/2007), Koran Tempo (24/9), Majalah Trust (24-30/9/2007), Media Indonesia (26/9/2007), Detik Dotcom (26/9/2007).

Rabu, September 19, 2007

Indonesian Consumer Care (ICC) Minta Pemerintah Menindak Direksi Telkom

[Indonesian Care Group] - Pemerintah diminta menindak direksi PT Telkom Indonesia Tbk karena dinilai melakukan kesalahan dalam prosedur pada saat memberikan salinan percakapan melalui SMS (pesan pendek) yang dilakukan oleh salah satu konsumen Telkom Fleksi kepada polisi. Jika prosedur tersebut tidak diperbaiki oleh manajemen PT Telkom, dapat dipastikan merusak kredibilitas dan kepercayaan konsumen terhadap BUMN yang telah go public tersebut.

“Pemerintah terutama menteri-menteri yang terkait, seperti Menneg BUMN dan Menkominfo harus meneliti kasus ini dengan baik. Hasilnya, bila petugas di Telkom tidak menjalankan prosedur dengan benar, maka Direksi Telkom pun harus ditindak, atau diminta mundur,” kata Bunga Pratiwi, Direktur Eksekutif Indonesian Consumer Care (ICC) di Jakarta, Rabu (19/9).

Bunga menilai, PT Telkom dinilai telah melakukan kesalahan prosedur dengan memberikan transkrip percakapan antara wartawan Tempo dengan mantan karyawan PT Asian Agri (anak perusahaan Raja Garuda Mas/RGM) kepada polisi. Padahal percakapan yang dilakukan dimaksudkan untuk menggali informasi adanya penggelapan pajak yang dilakukan oleh korporasi tersebut.

Namun, polisi bukannya menguber penggelap pajak, malah membuang waktu dengan mempermasalahkan komunikasi wartawan. “Kami curiga, ada oknum polisi yang bertindak bukan atas dasar kepentingan umum, tetapi atas dasar kesepakatan dengan pengusaha. Kami meminta Kapolri Jenderal Sutarto akan menyelidiki ada motivasi lain dibalik pemanggilan wartawan oleh oknum polisi,” kata Bunga.

Dia menambahkan, jika pihak Telkom dan Polisi berkonspirasi tanpa mengindahkan prosedur maka bisa dipastikan Telkom akan kehilangan banyak pelanggaan dan bakal kalah bersaing dengan operator-operator seluler lainnya. “Akibatnya, negara juga yang dirugikan, karena Telkom ini BUMN yang sudah menjadi milik publik. Kalau terbukti curang, sebaiknya Direksi Telkom dan Pejabat Polisi yang bertanggungjawab harus dipecat,” katanya.

Sesuai dengan UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan tegas menyatakan bahwa setiap bentuk penyadapan dilarang. Namun demikian dikecualikan untuk keperluan pidana namun harus atas permintaan tertulis Jaksa Agung dan/atau Kepala Kepolisian RI untuk tindak pidana tertentu.

Sedangkan atas permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu dapat dilakukan atas permintaan tertulis (dicap dan diteken pejabat yang berwenang) atas rekaman informasi tersebut harus ditembuskan kepada Menteri. Selanjutnya hasil rekaman informasi tersebut harus disampaikan kepada Jaksa Agung, Kelapa Kepolisian RI, atau penyidik, bukan malah disebarkan kepada publik.

(Sumber : Okezone Dotcom (19/9/2007).